Sunday, August 21, 2016

5:25 AM
1
Oleh: Falihin Barakati

Lima puluh enam tahun silam, tepatnya 17 April 1960 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang disingkat PMII lahir sebagai suatu organisasi kemasyarakatan pemuda yang diprakarsai oleh anak-anak muda atau mahasiswa NU di Surabaya. Masa demi masa telah ditapaki dengan berbagai dinamika dari masa orde lama hingga orde baru, fase demi fase telah dilalui dari era reformasi hingga di era pemerintahan Jokowi saat ini. Usia yang telah lebih setengah abad ini bukan lagi merupakan usia yang muda, tetapi PMII sudah cukup mapan sebagai organisasi kemahasiswaan yang memiliki catatan sejarah panjang dalam perjalanan bangsa.

Di usianya yang ke 56 tahun ini, warga pergerakan sebagai penghuni PMII akan menghadapi berbagai tantangan global yang besar bin berat dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara. Globalisasi akan berbuah positif sekaligus negatif jika warga pergerakan tidak menyiapkan diri dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Mesti ada fokus wacana sebagai suguhan sekaligus sodoran warga pergerakan dalam ide dan gagasan dalam menghadapi berbagai dinamika yang terjadi di bangsa dan negara Indonesia saat ini agar warga PMII tidak tergilas oleh zaman dan kehilangan momentum dalam era persaingan (kompetisi). Warga PMII harus berani bertarung dalam ide dan gagasan serta tindakan dalam konteks menjaga eksistensi pergerakan untuk mengisi kemerdekaan.

Menurut kaca mata penulis, ada dua wacana yang mesti didorong dan digerakkan oleh PMII di ruang-ruang internal PMII dan ruang-pruang publik masyarakat. Pertama, kesiapan menghadapi ancaman dis-integritas bangsa dan kedua kesiapan kaum muda menghadapi MEA. Kedua wacana ini bisa dijadikan fokus utama wacana PMII untuk ikut bertarung dalam era kebebasan dan kompetisi global.

Kesiapan Menghadapi Ancaman Dis-integritas Bangsa

Berangkat dari realitas kehidupan berbangsa saat ini, Indonesia dirongrong oleh berbagai masalah yang mengancam keutuhan bangsa. Paham radikalisme tumbuh subur dan tindakan terorisme yang selalu menggempur. Mulai dari menggeloranya suara-suara untuk merubah bentuk dan dasar negara hingga ledakkan bom yang mengatasnamakan Islam. Belum lagi ancaman makar yang masih menghantui di beberapa daerah hingga konflik sara yang bisa saja muncul tak terduga. Hal ini terjadi tidak terlepas dari pengaruh arus global yang salah satunya membawa ideolog-ideologi serta budaya-budaya yang bisa mengancam integritas dan keutuhan bangsa. Selain itu juga, tekanan politik dan ekonomi yang tinggi di era penuh kompetisi ini memberi tekanan besar sehingga memacu individu atau sekelompok orang untuk melakukan tindakan terror sebagai sebuah respon terhadap keadaan.

Fenomena ini sangat mengancam integritas dan keutuhan bangsa jika hanya dibiarkan begitu saja tanpa peran dari generasi muda khususnya warga PMII. Sebagai pembela bangsa dan penegak agama seperti yang termuat dalam lirik “Mars PMII”, warga PMII dituntut untuk menjaga integritas dan keutuhan bangsa serta menegakkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin dalam konteks ke-Indonesiaan.
Hemat penulis, salah satu langkah yang bisa dilakukan sebagai usaha dalam menjaga integrrtas dan keutuhan bangsa, PMII mesti intens melakukan dialog publik merangkul berbagai organisasi kemasyarakatan pemuda baik yang berasas Islam maupun nasionalis atau non-Islam di Indonesia. Melalui dialog publik diaharapkan hadir suatu konsensus bersama untuk bersama-sama menjaga keutuhan bangsa. Selain itu pula, warga PMII harus intens dalam mengampanyekan Islam yang damai dan toleran, mengingat tindakan radikalisme dan terorisme selalunya para oknum pelaku mengaitkannya dengan Islam.

Kesiapan Kaum Muda Menghadapi MEA

Sebagai efek dari globalisasi, lahirlah suatu kebijakan yang sifatnya global salah satunya diterapkannya Masyarakat Ekonomi Asean. Kebijakan ini akan menciptakan suatu keadaan dimana kompetisi ekonomi akan terjadi dalam lintas negara-negara di Asean. MEA akan menjadi ombak besar yang akan menghantam kaum muda Indonesia khususnya kader-pkader PMII bilamana tidak dipersiapkan untuk menghadapi situasi tersebut. Ketika kader-kader PMII hanya sebatas bergelut dalam dunia gerak sosial-politik tanpa mempersiapkan diri dengan potensi enterpheuner sebagai gerak ekonomi maka bukan tidak mungkin warga PMII akan digilas oleh zaman karena tak mampu bertarung dalam era kompetisi global.

Hemat penulis, salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan warga PMII dalam mengarungi medan gerak enterpheunership untuk menyiapkan diri sebagai aktivis-wirausaha muda adalah memasukkan materi khusus tentang kewirausahaan muda dalam setiap proses perekrutan anggota baru atau pengkaderan (MAPABA, PKD dan PKL) sebagai bekal intelektual tentang enterpheuner. Untuk pengembangan hal itu dalam mewujudkan kekreatifan dan skill kewirausahaan warga PMII, maka mesti ada pelatihan kewirausahaan muda yang selanjutnya disediakan ruang usaha, sebagai wadah wirausaha warga PMII. Bukan menjadi suatu hal yang mustahil, ketika PMII mampu menjadi corong peregerakan mahasiswa di era MEA ketika anggota maupun kader-kadernya siap secara intelektual, siap secara moral dan siap secara skill untuk berkompetisi dan bertarung di ruang-ruang Masyarakat Ekonomi Asean.

Di akhir tulisan ini, penulis berharap besar PMII di usianya yang ke-56 tahun tidak hanya fokus pada agenda politik dan pemerintahan tetapi juga fokus dalam agenda penyelamatan bangsa dari ancaman dis-integritas dan menyiapkan kader dalam menghadapi MEA. Selamat Harlah PMII ke-56.(Poy)
“Penulis adalah Wakil Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Sultra.”

1 comments: