Cikal
Bakal dan Proses Kelahiran PMII
Berdirinya
organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dilatarbelakangi oleh
kemauan keras para mahasiswa Nahdliyin untuk membentuk wadah organisasi
mahasiswa yang berideologi Ahlusunnah Wal-jamaah. Hal ini tidak
terlepas dari eksistensi IPNU-IPPNU, karena secara historisitas PMII merupakan
mata rantai dari departemen perguruan tinggi IPNU yang dibentuk pada muktamar
III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958. Wacana mendirikan wadah
yang dapat mengakomodir kebutuhan mahasiswa Nahdliyin sudah ada ketika muktamar
II IPNU di Pekalongan tetapi karena keberadaan IPNU dirasa masih sangat muda
yang berdiri pada tahun 1954, wacana itu tak terlalu ditanggapi dengan serius.
Namun seiring dengan perkembangan dan kebutuhan mahasiswa untuk mengaktualisasikan diri, mereka terus berjuang untuk mewujudkannya. Puncak perjuangan untuk mendirikan organisasi mahasiswa Nahdliyin ini adalah ketika IPNU mengadakan konferensi besar di Kaliurang, Yogyakarta, pada tanggal 14-17 Maret 1960. sehingga, akhirnya dibentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang untuk mengadakan musyawarah mahasiswa NU di Surabaya pada tanggal 14-16 April 1960, satu bulan kemudian setelah keputusan di Kaliurang.
Namun seiring dengan perkembangan dan kebutuhan mahasiswa untuk mengaktualisasikan diri, mereka terus berjuang untuk mewujudkannya. Puncak perjuangan untuk mendirikan organisasi mahasiswa Nahdliyin ini adalah ketika IPNU mengadakan konferensi besar di Kaliurang, Yogyakarta, pada tanggal 14-17 Maret 1960. sehingga, akhirnya dibentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang untuk mengadakan musyawarah mahasiswa NU di Surabaya pada tanggal 14-16 April 1960, satu bulan kemudian setelah keputusan di Kaliurang.
Adapun ke-13 orang personal
tersebut (pendiri organisasi PMII) adalah:
- Cholid Mawardi (Jakarta)
- Sa’id Budairy (Jakarta)
- M. Shobic Ubaid (Jakarta)
- M. Makmun Syukri BA (Bandung)
- Hilman (Bandung)
- H. Ismail Makky (Yogyakarta)
- Munsif Nahrawi (Yogyakarta)
- Nuril Huda Suady (Surakarta)
- Laili Mansur (Surakarta)
- Abd. Wahab Jailani (Semarang)
- Hisbullah Huda (Surabaya)
- M. Cholid Narbuko (Malang)
- Ahmad Husain (Makasar)
Dalam musyawarah di kota pahlawan ini banyak tawaran nama yang dilontarkan
untuk nama organisasi ini, yakni IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlotul Ulama)
usulan delegasi dari Jakarta, Persatuan Mahasiswa Sunni dari Yogyakarta, dan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dari Bandung dan Surabaya. Dari
ketiga usulan tersebut, PMII-lah yang disetujui oleh forum sebagai nama
organisasi, tepat pada tanggal, 17 April 1960 (21 Syawal 1379 H) yang
kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran PMII. Semenjak kelahirannya, PMII
secara struktural masih merupakan underbow NU. Karena kondisi
sosial politik pada waktu itu, patronase gerakan mahasiswa masih menjadi bagian
dari gerakan politik, sehingga kehadiran PMII nampaknya lebih dimaksudkan
sebagai alat untuk memperkuat partai NU pada waktu itu.
Mengenai makna PMII
sendiri mulai dari kata“PERGERAKAN”. Makna kata tersebut bagi PMII
melambangkan dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju
tujuan idealnya memberikan rahmat bagi alam sekitarnya. Adalah, bahwa mahasiswa
merupakan insan yang sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ke-Tuhanan
dan kemanusiaan, agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam
kualitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai Kholifah
Fil Ardh. Dalam konteks individual, komunitas, maupun organisasi,
kiprah PMII harus senantiasa mencerminkan pergerakannya menuju kondisi yang
lebih baik sebagai perwujudan tanggung jawab memberikan rahmat pada
lingkungannya.
Term “MAHASISWA” yang terkandung
dalam PMII menunjuk pada golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan
tinggi yang mempunyai kebebasan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak kritis
terhadap kemapanan struktur yang menindas. Di samping itu, mahasiswa ala PMII
adalah sebagai insan religius, insan akademik, insan sosial dan insan mandiri.
Kata “ISLAM” adalah
Islam sebagai agama pembebas atas ketimpangan sistem yang ada terhadap fenomena
realitas sosial dengan paradigma Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang
melihat ajaran agama Islam dengan konsep pendekatan yang proporsional antara
Iman, Islam dan Ihsan. Hal ini tercermin dalam pola pikir dan perilaku yang
selektif, akomodatif dan integratif.
Sedangkan makna dari kata “INDONESIA” adalah
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah, ideologi
bangsa (Pancasila) dan UUD ‘45 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa serta
mempunyai kesadaran berwawasan nusantara.
Reformulasi dan Reorientasi
Gerakan PMII
Pada awal gerakannya, PMII merupakan gerakan underbow NU
baik secara struktural maupun fungsionarisnya, karena pada waktu itu situasi
politik masih panas. Organisasi-organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan
kekuatan partai politik untuk sepenuhnya menyokong dan mendukung kemenangan
sebuah partai. Oleh karena itu, gerakan PMII masih cenderung berbau politik
praksis. Hal terjadi hingga tahun 1972. Keterlibatan PMII dalam dunia politik
praksis yang terlalu jauh dalam pemilu 1971 berakibat fatal dan terjadi
kemunduran dalam segala aspek gerakannya. Beberapa cabang PMII di daerah pun
mendapat imbas buruknya. Kondisi ini membawa pada penyadaran untuk mengkaji
ulang orientasi gerakan selama ini, khususnya keterlibatan dalam dunia politik
praksis.
Setelah melalui perbincangan yang mendalam, maka pada musyawarah besar
tanggal 14-16 juli 1972, PMII mencetuskan Deklarasi Independen di
Munarjati, Lawang, Malang Jawa Timur. Deklarasi ini kemudian dikenal Deklarasi
MUNARJATI. Sejak saat itu, PMII secara formal-struktural terpisah dari
NU dan membuka akses sebesar-besarnya bagi PMII sebagai organisasi independen
tanpa harus berpihak kepada Parpol apapun. Independensi gerakan ini terus
dipertahankan dan kemudian dipertegas dalam“Penegasan Cibogo” pada
tanggal, 8 Oktober 1989. Bentuk independensi merupakan respon terhadap
pembangunan dan modernitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai etik dan
moral serta idealisme yang dijiwai oleh ajaran Islam, yakni Aswaja. Reformulasi
gerakan PMII kemudian dilakukan pada kongres X PMII pada tanggal, 27 oktober
1991, di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta. Pada kongres tersebut, keinginan
untuk mempertegas kembali hubungan PMII dengan NU melahirkan pernyataan “Deklarasi
Interdependensi PMII NU”.
Penegasan hubungan tersebut didasarkan pada
pemikiran:
- Adanya ikatan historisitas yang sangat erat mempertautkan PMII dan NU. Keorganisasian PMII yang independen hendaknya tidak dipahami secara sempit sebagai upaya untuk mengurangi atau menghapus arti ikatan historisitas tersebut.
- Adanya kesamaan paham keagamaan dan kebangsaan. Bagi PMII dan NU, keutuhan komitmen ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an merupakan perwujudan beragama dan berbangsa bagi setiap muslim Indonesia.
Perubahan-perubahan dalam sistem politik nasional pada akhirnya
membawa dampak pada bentuk dinamika ormas-ormas, dan organ mahasiswa termasuk
PMII. Sikap kritis dibutuhkan untuk mendorong para aktivis PMII secara dinamis
adalah sikap yang mampu merumuskan visi, pandangan dan cita-cita mahasiswa
sebagai agent of sosial change. Pada era 1980-an PMII melakukan
advokasi terhadap masyarakat serta menemukan kesadaran baru dalam menentukan
pilihan dan corak gerakan.
Ada dua momentum yang ikut mewarnai
pergulatan PMII di sektor kebangsaan.
- Penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal
- Kembalinya NU ke Khittah 1926, pada tahun 1984, ketika itu PMII mampu memposisikan perannya yang cukup strategis, karena:
a. PMII memberikan prioritas terhadap pengembangan intelektualitas
b. PMII menghindari politik praksis dan bergerak di wilayah pemberdayaan civil society
c. PMII mengembangkan sikap dan paradigma kritis terhadap negara
Pada periode tahun 1985-an PMII juga melakukan reorientasi dan
reposissi gerakan yang akhirnya menghasilkan rumusan Nilai Dasar Pergerakan
(NDP). Sepanjang tahun 1990-an PMII telah melakukan kegiatan-kegiatan diskursif
terkait dengan isu-isu penting, seperti Islam transformatif, demokrasi dan
pluralisme, civil society, masyarakat komunikatif, teori kritik dan
post modernisme.
Seiring naiknya Gus Dur menjadi presiden keempat di Indonesia,
secara serta merta aktivis PMII mengalami kebingungan, apakah gerakan civil
society harus berakhir ketika Gus Dur sebagai presiden, yang selama
ini menjadi tokoh dan simpul perjuangan civil society naik ke
tampuk kekuasaan. Dan ketika Gus Dur di jatuhkan dari kursi presiden, paradigma
yang selama ini menjadi arah gerak PMII telah patah. Paradigma ini kemudian
digantikan dengan Paradigma Kritis Transformatif.
Bagaimana Kita
sebagai Kader PMII harus Bersikap?
Adalah suatu keniscayaan dan tanggung
jawab besar kita, sebagai generasi penerus bangsa umumnya dan kader PMII
khususnya untuk terus berpikir kritis terhadap setiap kebijakan negara yang
kadang sama sekali tidak memihak pada rakyat kecil dan cenderung menindas.
Begitupun secara mikro kebijakan yang ada di kampus kita, kampus putih, kampus
rakyat, kampus perlawanan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yang kedua, kita
sebagai kader pergerakan harus mampu mengawal perubahan ke arah yang lebih baik
serta responsive terhadap realitas sosial yang ada.Landasan filosofis PMII
adalah Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang berisi tentang Hablun Minallah (hubungan
dengan Allah), Hablun min Naas (hubungan dengan manusia), Hablun
minal Alam (hubungan dengan alam).
Landasan berpikir PMII adalah
ASWAJA (Ahlussunnah wal Jama’ah) yang di dalamnya ada tasamuh
(toleransi), tawazun (keseimbangan/proporsional), tawassutyh (moderat), taaddul
(keadilan) yang dijadikan sebagai manhajul fikr (metodologi berfikir) dan
sebagi instrumen perubahan. Landasan paradigmatiknya adalah paradigma kritis
transformatif yang dijadikan perangkat analisa perubahan yang mencita-citakan
perubahan pada semua bidang. Ketiga landasan itulah yang dijadikan acuan yang
harus dimiliki oleh setiap kader PMII.Visi dan misi besar PMII harus tetap kita
kawal yang nantinya menuju pada terbebasnya massa rakyat pekerja dan
terciptanya tatanan masyarakat yang adil, makmur sepenuhnya. Kutunggu kalian di
garis PERLAWANAN!!!!!!!.
Editor
|
:
|
Dika Pramono
|
Sumber
|
:
|
https://pmiity08.wordpress.com/2008/05/20/geneologi-dan-keorganisasian/
|
Tags
|
:
|
Sejarah, Cikal Bakal,
Tunas, Awal, Asal, Mula, Proses, PMII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
|
0 comments:
Post a Comment